Buzztrend.id – The Medium, film layar lebar yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial terutama di media sosial Tiktok. Film yang baru rilis beberapa hari yang lalu, merupakan film yang digarap secara kolaborasi antara dua sutradara dari Thailand dan Korea Selatan.
Film yang digarap oleh Banjong Pisanthanakun (Shutter) dari Thailand dan Na Hong-jin (The Wailing) dari Korea Selatan, telah menarik perhatian para pecinta film horor. Film ini dinilai menarik dan memberikan dampak pada penonton.
Sebenarnya apa sih yang membuat film hasil kolaborasi sutradara dari kedua negara ini menarik dan hingga menimbulkan dampak bagi penonton?
Nah kalian pasti penasaran banget kan mengenai film hasil kolaborasi ke dua negara? Nah tidak usah berlama-lama lagi Buzztrend akan memberikan synopsis dari film yang baru tayang yakni The Medium.
Sinopsis The Medium
The Medium secara umum bercerita mengenai kisah Shamanisme. Shamanisme merupakan suatu kisah perdukunan yang berasal dari Thailand.
Awal kisah dari film dari tim dokumenter yang membuat film dokumenter mengenai keseharian warga Islan.
Kisah dimulai dari warisan seorang dukun. Dukun tersebut merasuki keluarga yang tinggal di Isan. Isan merupakan daerah kecil yang ada di Thailand.
Terdapat kepercayaan pada warga setempat. Warga setempat memiliki keyakinan bahwa pada saat ada acara upacara-upacara adat, akan ada roh jahat yang hadir. Roh tersebut akan merasuki tubuh dukun tersebut.
Warga Isan masih menganut kepercayaan yang berbau mistis. Maka dari itu mereka percaya dengan tradisi yang berlaku di daerah nya.
Kepercayaan yang dianut oleh warga setempat, membuat mereka mendirikan tempat atau rumah persembahan dan juga mendirikan rumah persembahyangan. Tempat ini tidak hanya terdapat di rumah, namun juga di hutan.
Dilansir dari Suara.com, bahwa kepercayaan yang dianut oleh warga setempat tidak hanya pada orang yang sudah meninggal. Namun roh dianggap sebagai rumah, pohon, gunung, hutan dan sawah memiliki roh.
Dukun yang tinggal di daerah Islan bernama Nim (Sawenee Utoomma). Ia menjadi dukun karena diturunkan dari saudara perempuannya yang bernama Noi ( Sirani Yankittikan).
Noi menolak menjadi dukun. Kejadian tersebut lah yang membuat Nim juga menjadi perantara atau medium untuk roh bayan. Roh bayan merupakan dewa lokal yang diagungkan oleh penduduk setempat.
Nim tinggal tidak hanya dengan adiknya saja, namun juga tinggal dengan keponakannya yang bernama Ming (Nailya Gulmongkolpech).
Suatu hari terdapat gejala aneh yang menyerang Ming. Gejala aneh tersebut menjadi pertanda bahwa ia akan menjadi dukun selanjutnya.
Gejala aneh yang muncul pada Ming, tidak membuat Nim untuk melakukan pemindahan Roh Bayan ke tubuh Ming. Hal ini ia lakukan karena ia menyadari kondisi aneh.
Ia merasa bahwa gejala dan tanda-tanda tersebut bukan karena pengaruh dari Roh Bayan.
Tayang Perdana
The Medium telah tayang pertama kali di Bucheon International Fantastic Film Festval, Korea Selatan (11/08/2021).
Kemudian pada tanggal 14 Juli 2021, film horor The Medium mulai tayang di seluruh bioskop.
Penjualan tiket dari film The Medium diketahui meraup keuntungan hingga US$7,3 juta dari hasil penjualan tiket yakni 834.338 di Korea Selatan.
Pemeran The Medium
Selain tim produksi yang membuat film ini terlihat menakutkan, kesuksesan film ini juga tidak lepas dari peran aktor dan aktris yang berhasil memerankan karakter-karakter dalam film.
Film ini dibintangi oleh Narilya Gulmongkolpech (Mink), Sawanee Utooma (Nim), Sirani Yankittikan (Noi), Yasaka Chaisorn (Manit).
Latar Belakang Pembuatan Film Horor The Medium
Film “The Medium” adalah hasil kerja sama antara sutradara Thailand, Banjong Pisanthanakun, dan produser Korea Selatan, Na Hong-jin. Film ini dibuat oleh tim impian horor Asia, merangkul tradisi horor dari kedua negara tersebut.
Pembuatan film ini dimulai pada Februari 2021 dan dirilis pada Juli 2021 di Korea Selatan. Lokasi pengambilan gambarnya berada di provinsi Loei, bagian timur laut Thailand (Isan). Film ini menggabungkan elemen shamanisme Asia Tenggara yang membingungkan dan menciptakan ketakutan yang mendalam.
Banjong Pisanthanakun dan Na Hong-jin pertama kali bertemu pada acara di Thailand pada tahun 2011 atau 2012. Na, yang sudah terkesan dengan film-film Banjong sebelumnya, kemudian menghubungi Banjong pada tahun 2017 saat ia sedang mempersiapkan film ini. Mereka kemudian bekerja sama langsung dalam pembuatan film ini.
Na awalnya berpikir untuk membuat sekuel untuk film sebelumnya, “The Wailing”, namun akhirnya ia memutuskan untuk mengembangkan film ini dengan cara yang berbeda. Meskipun “The Medium” tidak memiliki hubungan dengan “The Wailing”, Na melihat kemiripan dalam perjalanan karakter-karakter dalam kedua film tersebut.
Film ini dibuat dengan pendekatan yang unik. Daripada menggunakan naskah yang ketat, dialog dalam film ini sebagian besar adalah impromptu. Banjong melakukan penelitian ekstensif tentang shamanisme di seluruh Thailand dan bertemu dengan banyak shaman. Dari penelitian ini, dia menemukan bahwa Isan adalah tempat yang paling tepat untuk setting film. Di Isan, shamanisme diserap ke dalam kehidupan sehari-hari, berbeda dengan kota-kota besar di Thailand yang cenderung mengkarikaturkan shamanisme.
Pandemi Covid-19 mempengaruhi produksi film ini. Film ini dibuat dari Juli hingga November, dengan kurang dari 30 hari syuting. Produksi harus berhenti selama sebulan agar aktor utama bisa menurunkan berat badan. Na sendiri tidak bisa hadir karena kesulitan mendapatkan visa dan penerbangan, namun produksi berhasil diselesaikan ketika Covid-19 mereda di Thailand.
Na melihat horor Thailand sebagai lebih berani, primitif, dan sangat eksotis dibandingkan dengan horor Korea, yang menurutnya lebih mirip dengan gaya Hollywood. Dia memilih setting Thailand karena merasa itu adalah pilihan terbaik untuk cerita ini.
“The Medium” adalah upaya pertama Na sebagai produser dan merupakan hasil kerja sama antara perusahaan produksi miliknya, Northern Cross, dengan perusahaan besar lainnya, Showbox dari Korea dan GDH 559 dari Thailand. Film ini berhasil mencapai puncak popularitasnya dengan meraih penghargaan film terbaik di Festival Film Internasional Bucheon 2021Artikel: Latar Belakang Pembuatan Film “The Medium” (2021)
Film “The Medium” adalah hasil kerja sama antara sutradara Thailand, Banjong Pisanthanakun, dan produser Korea Selatan, Na Hong-jin. Film ini dibuat oleh tim impian horor Asia, merangkul tradisi horor dari kedua negara tersebut.
Pembuatan film ini dimulai pada Februari 2021 dan dirilis pada Juli 2021 di Korea Selatan. Lokasi pengambilan gambarnya berada di provinsi Loei, bagian timur laut Thailand (Isan. Film ini menggabungkan elemen shamanisme Asia Tenggara yang membingungkan dan menciptakan ketakutan yang mendalam.
Banjong Pisanthanakun dan Na Hong-jin pertama kali bertemu pada acara di Thailand pada tahun 2011 atau 2012. Na, yang sudah terkesan dengan film-film Banjong sebelumnya, kemudian menghubungi Banjong pada tahun 2017 saat ia sedang mempersiapkan film ini. Mereka kemudian bekerja sama langsung dalam pembuatan film ini.
Na awalnya berpikir untuk membuat sekuel untuk film sebelumnya, “The Wailing”, namun akhirnya ia memutuskan untuk mengembangkan film ini dengan cara yang berbeda. Meskipun “The Medium” tidak memiliki hubungan dengan “The Wailing”, Na melihat kemiripan dalam perjalanan karakter-karakter dalam kedua film tersebut.
Film ini dibuat dengan pendekatan yang unik. Daripada menggunakan naskah yang ketat, dialog dalam film ini sebagian besar adalah impromptu. Banjong melakukan penelitian ekstensif tentang shamanisme di seluruh Thailand dan bertemu dengan banyak shaman. Dari penelitian ini, dia menemukan bahwa Isan adalah tempat yang paling tepat untuk setting film. Di Isan, shamanisme diserap ke dalam kehidupan sehari-hari, berbeda dengan kota-kota besar di Thailand yang cenderung mengkarikaturkan shamanisme.
Pandemi Covid-19 mempengaruhi produksi film ini. Film ini dibuat dari Juli hingga November, dengan kurang dari 30 hari syuting. Produksi harus berhenti selama sebulan agar aktor utama bisa menurunkan berat badan. Na sendiri tidak bisa hadir karena kesulitan mendapatkan visa dan penerbangan, namun produksi berhasil diselesaikan ketika Covid-19 mereda di Thailand