Buzztrend.id – Setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, bupati Langkat (nonaktif), Sumatera Utara yakni Terbit Rencana Perangin-angin kini diciduk karena melakukan kejahatan perbudakan modern terdahap puluhan orang. Yang sudah dilakukannya sejak tahun 2012 lalu.
Perbudakan yang telah dilakukan oleh Bupati Langkat, telah diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migrant Berdaulat Migrant Care melalui berbagai laporan mengenai kerangkeng manusia yang menyerupai penjara pada umum.
Kronologi Perbudakan yang Dilakukan oleh Bupati Langkat
Perbudakan modern ini ditemukan setelah terjadinya penggeledahan rumah sang Bupati yang berada di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang dilakukan oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penggeledahan dilakukan oleh KPK karena saat ini Terbit sudah ditetapkan sebagai tersangka berkaitan dengan suap fee proyek infrastruktu di langkat.
Letak dari “kerangkeng manusia” ini berada di halaman belakang rumah Terbit.
Rehabilitasi Narkoba Menjadi Alibi Kejahatan “Kerangkeng Manusia”
Kerangkeng manusia yang dibangun oleh Terbit ini sudah ada sejak sepuluh tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2012 silam. Informasi awal dari dibuatnya kerangkeng manusia ini adalah tempat untuk rehabilitas narkoba dan untuk masyarakat yang memiliki permasalahan sosial.
“ Kerangkeng manusia ni sudah ada sejak tahun 2012. Awal mulanya untuk dijadikan sebagai tempat rehabilitasi narkoba orang yang kecanduan narkoba. Serta ada orang tua yang menitipkan anaknya karena kenakalan remaja,” jelas Kabid Humas Polda Sumut Kombers Hadi Wahyudi (24/1/2022).
Tapi menurut Kapolda Sumatera Utara yaitu Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak kerangkeng manusia itu illegal dan tidak memiliki izin jika memang dijadikan sebagai tempat rehabilitasi narkoba.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi menjelaskan bahwa pada tahun 2017 BNNKT Langkat sudah membuka koordinasi dengan Bupati nonaktif Terbit, jika ingin menjadikan tempat rehabilitasi harus memiliki izin.
Namun terdapat pernyataan tambahan dari Ijen Pol Panca, bahwa kerangkeng manusia miliki Terbit bekerjasama dengan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Langkat. Dan mereka yang dinyatakan sudah sehat secara fisik dan jasmani yang dipekerjakan.
“Maka dari itu belum ada izinnya, tapi selama ini masih saya dalami bagaimana pemeriksaan kesehatan dan siapa yang bekerja di sini,” jelasnya.
Kerangkeng Berukuran 6 x 6 meter diisi lebih dari 40 orang
Ada dua sel yang disediakan oleh Terbit. Setiap selnya memiliki ukuran sebesar 6 x 6 meter. Menurut laporan dari Migrant Care yakni Anis Hidayah mengatakan bahwa lebih dari 40 orang ditahan dan dipenjara.
Mereka setiap harinya bekerja selama 10 jam per hari. mulai dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 18.00. Meski bekerja selama 10 jam per hari mereka tidak digaji sepeser pun.
Setelah selesai bekerja dikebun sawit miliki Terbit, mereka akan kembali ke sel. Sehingga setelah bekerja mereka tidak bisa pergi ke mana-mana.
Dugaan Siksaan Terhadap Tahanan
Tempat rehabilitasi yang disebutkan diduga hanya untuk menutupi perbudakaan modern yang terjadi di dalam nya. Hal ini diungkapkan oleh Anis Hidayah yang mengatakan bahwa hal ini hanya sebagai modus belaka.
Penjara ini bak tempat penyiksaan para tahanan. Mereka dipukuli ooleh orang suruhan Terbit. Hal ini menjadi bukti karena sejumlah tahan memiliki wajah dalam kondisi babak belur pada saat petugas KPK menggeledah seisi rumah Terbit.
Tidak hanya disiksa secara fisik saja, para tahanan ini juga tidak diberi makan yang layak. Mereka hanya diberi makan 2 kali dalam sehari. Selain itu selama bekerja di kebun sawit, mereka juga tidak menerima upah sama sekali.
Perilaku keji yang dilakukan oleh bupati nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin sudah melanggar batas hak asasi manusia (HAM).
Perbudakaan modern yang dilakukan oleh Terit jelas telah hal ini telah melanggar Undang-undang nomor 21 Tahun 2007 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.